Sabtu, 15 Januari 2011

Education Philosophy

Good education for Indonesians

We are aware that there are many problems with Indonesian society today. Corruption, weak law enforcement, low morality particularly in the government and legislative levels, poverty, bad education, etc. I would like to focus on the problem in Indonesian educational system.
It is obvious that Indonesian educational system is a messy stuff. Each minister of education has a different policy, often contradicting one another. Education is becoming more expensive and inefficient.
If we see the situation today, Indonesia seems to follow the Singaporean system. The system focuses on the improvement of the cognitive aspect of the human brain. Its aim is to provide a generation of hard worker, which focuses less on creativity and developing open minds, but more on productivity. It's like creating robots.
Intelligence, actually, has many types. Gardner [1] divides intelligence into eight types, i.e
  • logical
  • linguistic
  • spatial
  • musical
  • kinesthetic
  • naturalist
  • intrapersonal
  • interpersonal
Thus, the Indonesian system (like in many less developed Asian countries) only deals with improving logical intelligence. Singapore applied this system simply because Lee Kuan Yew wants to fully control the Singapore people. Remember, he is a good friend of Suharto. To preserve their power, these kinds of leaders never prefer many creative persons.
On the other hand, the education system in many western countries such as in the US, Australia, and the European Union provides the students the opportunities to improve many types of their intelligence. The students are encouraged to be creative, free-thinking, more tolerant, and open-minded persons. This system allows many advances in both technology and society in many developed countries not just the western countries but also in Japan, China, and Korea although in these countries academic feudalism may still be seen.
In addition, the Indonesian educational system is lacking in morality education. Creating a generation with a high morality and social responsibility is not just by teaching and memorizing in the schools. Good marks in Pelajaran Agama (Religious Studies) is useless without good morality education either in the family or school. Most Indonesians are still focused on the outer beauty, not the inner one.
However, it is difficult for Indonesian to improve its educational system, because:
  1. Feudalism. Most Indonesian are still practise feudalism, including in the academic world. Guru or dosen (teachers and lecturers) are always right, the pupils just follow.
  2. Most Indonesians appreciate only a logical/cognitive type of capability. Do not expect a high income if you are just an artist, naturalist, linguist. Parents compete against each other for having high IQ children (for self esteem), "torturing" them by sending to many extra courses.
  3. Indonesian have been indoctrinated during Suharto's era (maybe still today) to follow "budaya nasional" (national culture), which is more about "kekeluargaan" (family) and "gotong royong" (mutual cooperation) but less about personal creativity, democracy, open mindedness, and freedom of thinking. It does not mean that Indonesian culture is all bad but this particular culture will lead Indo to nowhere. The reason is the kekeluargaan and gotong royong culture only good to a certain extent, it is easily corruptible just like we see today. The bad leaders usually use this for their own benefits.
  4. Indonesians are fooled by the slogan Guru = Pahlawan Tanpa Tanda Jasa (Teachers = Heroes Without Medals). It is a good motto but fully corrupted. Never expect to have a good education and research unless the teachers/lecturers are well paid.
  5. Other reasons which you may be able to contribute.
Hence, to improve the Indonesian educational system, we have to eliminate the hurdles mentioned above. Since most Indonesians are still less educated, it still depends on the country leadership. 

Jumat, 14 Januari 2011

MENJADI KEPALA SEKOLAH PROFESIONAL DALAM KONTEKS MENYUKSESKAN MBS DAN KBK OLEH DR. E. MULYASA, M.PD.

BAB 1
Pendahuluan

A.      Rasionel
Globalisasi telah menimbulkan kaburnya batas-batas antarnegara, sehingga dunia menjadi terbuka dan transparan, yang oleh Kenichi Ohmae disebut sebagai The Borderless World, atau disebut “Desa Dunia” oleh Marshall Mc. Luhan. Globalisasi terjadi antara lain disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi informasi yang semakin hari semakin berkembang pesat; sehingga menuntut perubahan mendasar salam berbagai bidang kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya, termasuk pendidikan.
Indikator-indikator yang menunjukkan bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan SDM berkualitas dapat diidentifikasikan sebagai berikut. Pertama; masalah tenaga kerja yang sering terkatung-katung, bahkan tanpa pemecahan yang jelas, seperti masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Nunukan, yang menunjukkan betapa rendahnya SDM Indonesia oleh negara lain.
Kedua; banyaknya isu teroris; bahkan Indonesia dituduh sebagai sarangnya teroris; meskipun pada awalnya Kapolri sempat meyangkal isu tersebut, namun setelah peristiwa bom di Bali diikuti peristiwa pemboman lainnya, sulit bagi Indonesia mengelak tuduhan tersebut.
Ketiga; hasil analisis berbagai ahli yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa koruptor terdepan di dunia. Hal itupun sulit dielakkan, karena korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) semakin marak dimana-mana, bahkan kebijakan otonomi daerah pun hanya memperluas wabah-wabah KKN, yang virusnya lambat laun biasa menghancurkan dan meluluhlantakkan keutuhan bangsa.
Keempat; banyak generasi muda, palejar, dan mahasiswa yang diharapkan jadi tulang punggung, justru menjadi beban pembangunan, karena keterlibatan narkoba, VCD porno, dan perjudian.
Kelima; sebagai akumulasi dari keempat indicator di atas, tenyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara belum tumbuh budaya mutu, budaya malu, dan budaya kerja, baik di kalangan para pemimpin maupun di kalangan masyarakat pada umunya; sehingga sulit untuk mencari tokoh atau figure yang patut diteladani. Celakanya lagi, banyak pemimpin tampaknya sudah mengesampingkan dan melupakan bendera merah putih, karena sibuk mengurus bendera masing-masing.

B.       Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses pengendalian kelompok tersebut mencakup pelaksanaan (planning), pengoranisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling) sebagai suatu peruses untuk menjadikan visi menjadi aksi.
Manajemen ppendidikan pada hakekatnya menyangkut tujuan pendidikana, manusia melakukan kerjasama, proses sistematik, serta sumber-sumber yang didayagunakan. Manajemen pendidikan merupakan suatu cabang ilmu yang manajemen yang mempelajari penataan sumber daya manusia, kurikulum, fasilitas, sumber belajar dan dana, serta upaya mencapai tujuan lembaga secara dinamis.
1.    Proses Manajemen Pendidikan
Pengertian manajemen pendidikan yang telah dipaparkan di atas memberikan berbagai implikasi terhadap aspek-aspek yang terkait dengan lingkungan pendidikan, baik secara makro, messo maupun mikro untuk mencapai tujuan. Proses manajemn pendidikan memerlukan berbagai pendekatan untuk mencapai tujuan, di antaranya adalah pendekatan sistem, dan pendekatan terpadu. Pendekatam sistem mempelajari manajemen dari sudut system, sub system, dan komponen system, dengan penekanan pada interaksi antarkomponen di dalamnya, sedangkan pendekatan manajemen terpadu dilandasi oleh norma dan keadaan yang berlaku, menelaah ke masa silam, serta berorientasi ke masa depan secara cermat. Dalam hal ini, dapat dikemukakan bahwa pada hakekatnya proses manajemen merujuk pada upaya untuk mencapai tujuan, yang memerlukan berbagai keterlibatan, suasana pendukung, dan pendekatan system sesuai dengan karakteristik organisasi, yang mempunyai visi, misi, fungsi, tujuan, dan strategi pencapaiannya.
2.    Bidang Garapan Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan merupakan suatu system pengelolaan dan penataan sumber daya pendidikan, saperti tenaga pendidikan, peserta didik, masyarakat, kurikulum, dana (keuangan), sarana dan perasarana pendidikan, tata laksanan dan lingkungan pendidikan. Nawawi (1989: 15) mengelompokkan manajemen pendidikan ke dalam dua budang, yakni manajemen administratif dan operasional. Sejalan dengan itu, Soepardi (1989: 116) mengungkapkan bahwa garapan manajemen pendidikan meliputi bidang: organisasi kurikulum, perlengkapan pendidikan, media pendidikan, personil pendidikan, hubungan kemanusiaan, dan dana financial atau keuangan.

C.      Paradigma Baru Manajemen Pendidikan
Paradigma manajemen pendidikan dewasa ini sudah tidak memadai lagi untuk menangani berbagai perubahan, dan perkembangan yang ada, apaligi untuk menjangkau jauh ke depan sesuai dengan tuntutan peran pendidikan yang sesungguhnya. Paradigma baru harus sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan jaman. Sedikitnya terdapat enam permasalahan yang harus diantisipasi pada paradigm baru manajemen pendidikan dalam konteks otonomi daerah, yakni kepentingan nasional, mutu pendidikan, efisiensi pengelolaan, perluasan dan pemerataan, peran serta masyarakat, adan akuntibilitas (Fiske, 1996; Nurhadi, 1999; Satori, 1999).
Dalam paradigm baru manajemen pendidikan ini, Depdiknas (2001) melukiskan fungsi-fungsi pendidikan yang didesentralisasikan ke sekolah sebagai berikut:
1.      Perencanaan dan evaluasi
2.      Kurikulum
3.      Pembelajaran
4.      Ketenagaan
5.      Fasilitas
6.      Keuangan
7.      Kepesertadidikan (Peserta didik)
8.      Hubungan sekolah dan masyarakat
9.      Iklim sekolah

D.      Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah harus  memiliki visi dan misi, serta strategi mamajemen pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada mutu. Strategi ini dikenal dengan Manajemen Mutu Terpadu (MMT), yang telah lebih popular dalam dunia bisnis dan industry dengan istilah Total Quality Management (TQM).Terdapat lima sifat layanan yang harus diwujudkan oleh kepala sekolah agar pelanggan puas; yakni layanan sesuai dengan yang dijanjikan (reliability), mampu menjamin kualitas pembelajaran (assurance), iklim sekolah yang kondusif (tangible), memberikan perhatian penuh kepada peserta didik (emphaty), cepat tanggap pada kebutuhann peserta didik (responsiveness).


BAB II
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah

A.      Perlunya Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam kaitan ini visi, misi, dan strategi Dinas Pendidikan Nasional pada tingkat kabupaten dan kota harus dapat mempertimbangkan kondisi nyata sekolah dan masyarakat, dan harus pula mendukung kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah, serta harus mampu memelihara garis kebijakan dari birokrasi yang lebih tinggi. Untuk kepentingan tersebut diperlukan paradigm baru manajemen pendidikan. Dalmhal ini, berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapka manajemen berbasis sekolah (school based management), yang dapat mengelola pendidikan sesuai dengan tuntutan reformasi dalam era globalisasi.

B.       Konsep Dasar Manajemenn Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management (SBM) merupakan strategi  untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. MBS adalah suatu ide tentang pengambilan keputusan pendidikan yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah. Dalam system MBS, semua kebijakan dan program sekolah ditetapkan oleh Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Selajutnya komite  sekolah perlu merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasi terhadap program-program kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah.

C.      Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Karakteristik MBS bias diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta system administrasi secara keseluruhan. Sejalan dengan itu, Saud (2002) berdasarkan pelaksanaan di negara maju mengemukakan bahwa karakteristik dasar MBS adalah pemberian otonomi luas kepala sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua, kepemimpinan yang demokratis dan professional, serta adanya team work yang kompak dan transparan.
Empat factor yang perlu diperhatikan dalam implementasi MBS, yakni kekuasaan, pengetahuan dan keterampilan, system informasi yang jelas, dan system penghargaan (Depdiknas, 2002)

D.      Implementasi MBS di Indonesia
Dalam MBS, sekolah dikembangakan menjadi lembaga pendidikan yang diberi kewenangan dan tanggung jawab secara luas untuk mandiri, maju, dan berkembang berdasarkan kebijakan dasar pengelolaan pendidikan yang ditetapkan pemerintah pusat. Untuk mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah secara efektif dan efisien, kepala sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan.


BAB III
Dari Kurikulum 1994 ke KBK

A.      Analisis Konseptual
KBK dapat diartikan suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan peserta didik, berupa penguasaan terhadap sepernagkat kompetensi tertentu. KBK menuntut guru berkualitas dan professional untuk melakukan kerjasama meningkatkan kualitas pendidikan.
Paling tidak terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi. Pertama, adanyapergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran indivisual. Kedua, pengembangankonsep belajar tuntas (mestery learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery). Ketiga, adanya pengakuan terhadap bakat.

B.       Karakteristik KBK
KBK memiliki karakteristikantara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi; dan pengembangan system pembelajaran.
C.      Implementasi KBK di Sekolah
Implementasi kurikulum berbasis kompetensi sedikitnya akan dipengaruhi tiga factor berikut:
1.      Karakteristik kurikulum
2.      Strategi kurikulum
3.      Karakteristik pengguna kurikulum
Implementasi KBK di sekola merupakan pengembangan kurikulm pada tingkat lembaga (institusional) yang akan bermuara pada pengembangan kurikulum pada tingkat bidang studi (penyusunan silabus) dan pelaksanaan proses pembelajaran (actual curriculum).

D.      Aspek Teknis Edukatif
KBK member peluan bagi kepala sekolah, guru, dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial, dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas, dan profesionalisme yang dimiliki. Pemberian kebebasan yang lebih luas member kemungkinan kepala sekolah untuk dapat menemukan jati dirinya dalam membina peserta didik, guru dan petugas lain yang ada di lingkungan sekolah.

E.       Aspek Politik
Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga dapat ditujukan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.

F.       Solusi Ke Depan
KBK yang ditawarkan dengan manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu bentuk operasional desentralisasi pendidikan yang akan memberikana wawasan baru terhadap system yang sedang berjalan sekarang ini.






BAB IV
Analisis SWOT Kepala Sekolah

A.      Analisis SWOT
Hasil analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat), dan kajian dari berbagai sumber dapat dikemukakan faktor dominan (kekuatan, dan peluan) serta factor penghambat (kelemahan dan tantangan) kepala sekolah dalam paradigma baru manajemen pendidikan sebagai berikut.
1.      Faktor Dominan (Kekuatan dan Peluang)
Faktor dominan (kekuatan dan peluang) kepala sekolah dalam paradigma baru manajemen pendidikan mencakup:
a.    Gerakan peningkatan kualitas pendidkan yang dicanangkan pemerintah
b.    Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan
c.    Gotong royong dan kekeluargaan
2.      Faktor Penghambat (Kelemahan dan Tantangan)
Faktor penghambat (kelemahan dan tantangan) kepala sekolah dalam paradigma baru manajemen pendidikan mencakup:
a.       Sistem politik yang kurang stabil
b.      Rendahnya sikap mental
c.       Wawasan kepala sekolah yang masih sempit
d.      Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan
e.       Kurang sarana dan prasarana
f.       Lulusan kurang mampu bersaing
g.      Rendanya kepercayaan masyarakat.
h.      Birokrasi
i.        Rendahnya produltivitas kerja
j.        Belum tumbuhnya budaya mutu

B.       Memanfaatkan Kekuatan dan Peluang, serta Mengatasi Kelemahan dan Tantangan
Memanfaatkan Kekuatan dan Peluang, serta Mengatasi Kelemahan dan Tantangan terhadap paradigma baru kepala sekolah professional dapat dilakukan dengan pembinaan kemampuan professional kepala sekolah, revitalisasi MGMP dan MKKS, peningkatan disiplin, pembentukkan kelompok diskusi, dan peningkatan layanan perpustakaan dengan menambah koleksi.
C.      Peran dan Kinerja Pengawas Sekolah
Profesionalisme kepala sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk mendorong visi menjadi aksi, tidak lepas dari peran  berbagai pihak yang terlibat dalam pembinaan kepala sekolah, antara lain pengawas sekolah.

D.      Dampak Kepala Sekolah Profesional
Berikut dampak kepala sekolah professional:
1.         Efektivitas proses pendidikan
2.         Tumbuhnya kepemimpinan sekolah yang kuat
3.         Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif
4.         Budaya mutu
5.         Teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis
6.         Kemandirian
7.         Partisipasi warga sekolah dan masyarakat
8.         Transparansi manajemen
9.         Kemauan untuk berubah
10.     Evaluasi dan perbaikan berkelanjutan
11.     Tanggap terhadap kebutuhan
12.     Akuntabilitas
13.     Sustainabilitas


BAB V
Mendorong Visi Menjasi Aksi

A.      Kepala Sekolah sebagai Educator (Pendidik)
Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat hepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tebaga kependidikan, srte melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi (acceleration) bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.
Untuk kepentingantersebut, kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan, dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik.

B.       Kepala Sekolah sebagai Manajer
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, member kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menujang program sekolah.
Dalam hal ini kepala sekolah bisa berpedoman pada asas tujuan, asas keunggulan, asas mufakat, asas kesatua, asas persatuan, asas empirisme, asas keakraban, dan asas integritas.

C.      Kepala Sekolah sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktifitas pengelolaan yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan pendokumenan seluruh program sekolah.

D.      Kepala sekolah sebagai Supervisor
Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan kepala sekolah terhadap tenaga kependidikannya khususnya guru merupakan teknik yang sangat bermanfaat untuk mendapatkan informasi secara langsung tentang berbagai hal yang berkaitan dengan profesionlisme guru dalam melaksanakan tugas pokoknya mengajar; terutama dalam pemilihan metode pembelajaran, media yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran, dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, serta mengetahui secara langsung kemampuan peserta didik dalam menangkap materi yang diajarkan.

E.       Kepala Sekolah sebagai Leader
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat (1) jujur, (2) percaya diri, (3) tanggung jawab, (4) berani mengambil resiko dan keputusan, (5) berjiwa besar, (6) emosi yang stabil, (7) teladan.

F.       Kepala sekolah sabagai Inovator
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan , mecari gagasan baru, mengitegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.

G.      Kepala Sekolah sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motovasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disciple, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyiapan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).


BAB VI
Memberdayakan Tenaga Kependidikan

A.      Konsep Pengembangan SDM dari Castetter
Castetter telah memberikan konsep yang lengkap tentang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya SDM pendidikan. Kosep-konsep tersebut telah memberikan gambaran yang jelas mengenai pengembangan sumber daya manusia, mulai dari perencanaan, sampai dengan evaluasi dan tindak lanjut. Secara operasional, penerapan konsep Castetter dalam pengembangan tenaga kependidikan di Indonesia dapat diidentifikasikan ke dalam strategi umum dan strategi khusus.

B.       Meningkatkan Produktivitas Sekolah
Produktifitas sekolah berkaitan dengan bagaimana menghasilkan lulusan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sehingga pada akhirnya diperoleh lulusan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman.

C.      Kinerja Tenaga Kependidikan
Dalam hal ini, produktivitas dapat ditinaju berdasarkan tingkatannya dengan tolak ukur masing-masing, yang dapat dilihat dari kinerja tenaga kependidikan. Kinerja atau performansi dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja. (LAN, 1997:3)

D.      Upaya Memberdayakan Tenaga Kerja
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja sekolah, antara lain melalui pembinaan disiplin tenaga kependidikan, pemberian motivasi, penghargaan (reward), dan persepsi.

E.       Manajemen Tenaga Kependidikan di Sekolah
Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan di sekolah. Dalam hal ini, peningkatan produktifitas dan prestasi kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku tenaga kerja kependidikan di sekolah melalui aplikasi berbagai konsep dan teknik manajemen npersonalia modern.
Pelaksanaan manajemen tenaga kependidikan di Indonesia sedikitnya mencakup tujuh kegiatan utama, yaitu perencanaan, pengadaan, pembinaan dan pengembangan, promosi dan mutasi, pemberhentian, kompensasi, dan penilaian.

F.       Kepala Sekolah dalam Peningkatan Proktivitas Sekolah
Dalam kaitannya dengan peran kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja tenaga kependidikan, perlu dipahami bahwa setiap kepala sekolah bertanggung jawabmengarahkan apa yang baik kepada tenaga kependidikan, dan dia sendiri harus berbuat baik. Kepala sekolah juga harus menjadi contoh, sabar, dan penuh pengertian. Fungsi pemimpin hendaknya diartikan seperti motto Ki Hajar Dewantara: Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani (di depan menjadi teladan, di tengah membina kemauan, di belakang menjadi pendorong/memotivasi)






BAB VII
Memberdayakan Masyarakat Sekitar Sekolah

A.      Pentingnya Memberdayakan Masyarakat
Dengan memberdayakan masyarakat dan lingkuan sekitar sekolah diharapak tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu meningkatkan kinerja sekolah dan terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang produktif dan berkualitas

B.       Menggalang Partisipasi Orang Tua
Partisipasi orang tua merupakan keterlibatan orang tua secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi itu bisa berupa gagasan, kritik membangun, dukungan, dan pelaksanaan pendidikan. Dalam konteks MBS dan KBK, partisipasi orang tua sangat diperlukan, karena sekolah merupakan partner orang tua dalam mengantarkan cita-cita dan membentuk pribadi peserta didik.

C.      Menggalang Partisipasi Masyarakat
Ada beberapa upaya untuk menggalang partisipasi masyarakat dalam pendidikan di sekolah. Pertama, menawarkan sanksi bagi masyarakat yang tidak mau berpartisipasi. Kedua, menawarka hadiah bagi yang mau berpartisipasi. Ketiga, melakukan persuasi bahwa keikutsertaan masyarakat akan menguntungkan masyarakat sendiri. Keempat, menghimbau masyarakat untuk turur berpartisipasi. Kelima, menghubungkan partisipasi masyarakat dengan layanan sekolah yang lebih baik.

D.      Mengembangkan Program Kewirausahaan di Sekolah
Jika ingin sukses mengembangkan program kewirausahaan di sekolah, maka kepala sekolah, tenaga kependidikan baik guru maupun non guru, dan peserta didik harus dilatih dan dibiasakan berpikir wirausaha. Oleh karena itu, kepala sekolah harus mampu membimbing mereka untuk memahami dan mengembangkan sikap kewirausahaan sesuai denga tugas masing-masing.


E.       Mengelola Perubahan di Sekolah
Dalam paradigm baru manajemen pendidikan, perubahan akan terjadi dan berjalan dengan baik, jika kepala sekolah mampu berperan sebagai pemimpin yang visioner, yang memiliki gambaran tentang sekolah yang dicita-citakan, serta mampu membimbing, medorong dan mengorganisasikan tenaga kependidikan, masyarakat, dan lingkungan sekitar dengan baik.

F.       Peran Kepala Sekolah
Figur kepala sekolah professional harus mampu memimpin tenaga kependidikan di sekolah, agar bisa berkerja sama dengan orang tua dan masyarakat pada umumnya. Karena itulah, kepala sekolah dituntut untuk mampu menciptakan iklim yang kondusif demi lahirnya partisipasi dan kolaborasi masyarakat yang professional, transparan dan demokratis.


BAB VIII
Manajemen Keuangan Sekolah

A.      Konteks Politik dan Ekonomi Keuangan Sekolah
Keputusan politik dan keuangan sekolah yang dilakukan oleh pemerintah ditandai dengan sentralisasi (hanya ada satu perintah yang harus dipatuhi), kompulsi (pajak harus dibayar), dan hanya ada satu keputusan dalam memecahkan masalah. Sedangkan keputusan politik dan keuangan sekolah yang dilakukan oleh pribadi atau dalam sector pribadi sangat jelas, bahwa pembeli harus menginginkan apa yang akan diberli sesuai dengan harga jual dari apa-apa yang diinginkan.

B.       Perencanaan Keuangan Sekolah
Perencanaan keuangan sekolah ada dua kegiatan yaitu penyusunan anggaran dan pengembangan rencana anggaran belanja sekolah (RAPBS).

C.      Pelaksanaan Keuangan Sekolah
Pelaksanaan keuangan sekolah dalam garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam dua kegiatan, yakni penerimaan dan pengeluaran.


D.      Evaluasi dan Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah
Evaluasi danpertanggungjawaban terhadap apa yang telah dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi dan pertanggungjawaban keuangan sekolah dapat diidentifikasikan ke dalam tiga hal, yaitu pendekatan pengendalian penggunaan alokasi dana, bentuk pertanggungjawaban keuangan sekolah, dan keterlibatan pengawasan pihak eksternal sekolah.

E.       Perencanaan Konstruksi Keuangan Sekolah
Konstruksi ata renovasi fasilitas amerupakan salah satu bagian operasi sekolah yang tidak pernah terlibat tanpa perencanaan awal yang teliti. Peranan tim administratif yang paling utama adalah mengatur arah masa depan untuk perumahan dengan menghantarkan pelayanan pendidikan pada populasi pserta didik dalam suatu daerah, kemudian manajemen harus menentukan tentang cara-cara mempertemukan tujuan-tujuan dalam anggaran.

F.       Politik dan Evaluasi Manajemen Keuangan Sekolah
Penyelidikan keuangan sekolah diambil alih terutama untuk menginformasikan lingkungan politik yang tak tentu. Untuk kepentingan itu, peneliti harus melakukan upaya untuk mengerti, menjelaskan, dan memprakirakan pengaturan untuk penelitian sebagai pola pengeluaran pada semua kebutuhan mereka.

G.      Pendanaan Berbasis Anak dan Masa Depan Keuangan Sekolah
Dalam pendanaan berbasis anak, pemerintah pusat mungking diibaratkan sebgai pemerintah nasional dan negara bagian. Individu dianggap sebagai swasta, sehingga terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pendanaan terutama pada keuangan pendidikan yang dapat dijabarkan ke dalam tiga alternative, yakni pendanaan penuh negara pada sekolah umum dan voucher atau kredit pajak.







BAB IX
Manajemen Strategi dan Mutu Terpadu

A.      Manajemen Strategi
Manajemen peningkata mutu pendidikan merupakan suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada lembaga itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif dan kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen lembaga pendidikan untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemapuan organisasi guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat.

B.       Manajemen Mutu Terpadu
TQM (Total Quality Management) adalah suatu sistem manajemen yang berfokus kepada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara keberlajutan kepuasan costumers pada biaya sesungguhnya yang secara berkelanjutan terus menurun (Bounds dalam Mulyani, 1998:10)


BAB X
Manajemen Konflik

A.      Konflik dan Masalahnya
Konflik dapat terjadi karena setiap pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan, baik secara material maupun non material. Untuk mencegahnya, harus dipelajari penyebabnya antara lain sebagai berikut.
1.      Perbedaan pendapat
2.      Salah paham
3.      Salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan
4.      Terlalu sensitif


B.       Dampak Konflik
Koflik dapat berakibat positif atau negatif.
1.      Akibat positif
a.       Menimbulkan kemampuan instrospeksi diri
b.      Meningkatkan kerja
c.       Pendekatan yang lebih baik
d.      Mengembangkan alternatif yang lebih baik
2.      Akibat negative
a.       Subjektif dan emosional
b.      Apriori
c.       Saling menjatuhkan
d.      Stres
e.       Frustasi

C.      Manajemen Konflik
Manajemen konflik sedikitnya memiliki tiga tahapan sebagai berikut. Pertama, perencanaan analisis konflik. Kedua, penilaian konflik dan pemecahannya. Ketiga, pemecahan konflik.

D.      Tips Untuk Kepala Sekolah dalam Manajemen Konflik
Tidak semua kepala sekolah memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik dengan baik, bahkan tanpa pengalaman yang memadai bisa salah langkah, dan justru terlibat dalam konflik tersebut, atau kena getahnya. Untuk menghindari konflik tersebut, kepala sekolah harus melatih diri dalam tiga hal, yakni mengelola waktu, mengembangkan energy, dan memecahkan masalah.






BAB XI
Menyelenggarakan Rapat Sekolah

A.      Pentingnya Rapat di Sekolah
Dalam rapat, seluruh tenaga kependidikan memiliki kesempatan untuk menyampaikan berbagai ide, gagasan, saran, pandangan, dan pendapat secara langsung terhadap suatu masalah yang berhubungan dengan pembelajaran khususnya, dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kemajuan sekolah pada umumnya. Dengan demikian, rapat di sekolah menjadi bagian penting dalam memecahkan berbagai masalah, baik berkaitan dengan peserta didik, tenaga kependidikan, maupun pengembangan sekolah kea rah yang lebih baik.

B.       Jenis Rapat di Sekolah
Rapat dapat dikelompokkan berdasarkan tujun, sifat, jangka waktu pelaksanaan, serta frekuensi.

C.      Tujuh Resep Manajemen Rapat di Sekolah
Tujuh resep yang perlu diperhatikan agar penyelenggaraan rapat di sekolah dapat mencapai tujuan yang diharapkan; yakni tidak mengganggu kegiatan pembelajaran, memilih waktu rapat yang tepat, meciptakan suasana yang terbuka dan menyenangkan, memanfaatkan waktu secara efektif, bicara singkat dan jelas, serta menghindari monopoli pembicaraan.

D.      Tipe Kepala Sekolah dalam Rapat
Tipe kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala sekolah, baik otoriter, demokratis, pseudo demokratis, maupun laissed-faire akan mewarnai kehidupan sekolah, termasuk jalannya rapat sekolah.

E.       Komunikasi dalam Rapat
Dalam rapat sekolah, pertanyaan bida diajukan oleh kepala sekolah dengan cara-cara seperti yang dikemukakan oleh Wursanto (1987) yaitu pertanyaan langsung, pertanyaan umum, pertanyaan terbuka, pertanyaan yang diarahkan kembali, pertanyaan factual, pertanyaan retoris, pick up question, dan leading question.